By : Andi Agus Mumang, S.KM |
Era globalisasi merupakan era dimana terjadi perkembangan
yang sangat pesat dalam semua sendi-sendi kehidupan. Diantaranya pendidikan,
teknologi, sosial, budaya dan lain-lain. Tentunya, hal ini merupakan kabar
gembira bagi generasi yang hidup dizaman ini. Semakin canggih dan modernnya
kehidupan diera ini, mampu mengubah cara pandang dan perilaku konvensional
menjadi serba modern. Inilah dampak dari arus globalisasi. Dalam dunia
pendidikan pun hal ini sangatlah terasa. Begitu banyak inovasi dan kreativitas
yang dilakukan guna semakin meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini telah menjadi
sebuah keharusan yang mutlak sebagai konsekuensi dari pesatnya perkembangan
arus globalisasi. Sederhananya, integritas ditengah gelombang arus globalisasi
harus senantiasa dipertahankan.
Indonesia sebagai sebuah Negara yang selalu berusaha
memenuhi amanat bangsa sebagaimana yang tertera dalam UUD 1945 salah satunya
yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentunya, cara untuk mewujudkan amanat
tersebut adalah dengan pendidikan yang unggul. Pendidikan yang unggul dapat diperoleh
melalui pendidikan yang senantiasa mampu menerapkan konsep kecerdasan yang
bersifat komprehensif yang terintegrasi kedalam 3 hal yaitu kecerdasan
intelektual, emosional dan spiritual. Ketiga komponen kecerdasan inilah yang diharapkan
menjadi pondasi pendidikan bangsa Indonesia sehingga kelak akan mampu melahirkan
generasi-generasi bangsa sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945.
Idealitas pendidikan
yang diharapkan memenuhi 3 komponen tersebut seiring dengan tuntutan
globalisasi yang kian membuncah berimplikasi pada realitas ketidaksejajaran
tumbuh kembang ketiga komponen tersebut. Alhasil, efek dominasi pada satu
komponen menjadi sebab keterbelakangan komponen lainnya. Tuntutan globalisasi
yang mengharuskan kita untuk melek intelektual menjadikan efek dominasi
kecerdasan intelektual menjadi lebih condong ketimbang kecerdasan emosional dan
spiritual. Realitas ini memberikan kenyataan yang cukup pahit bagi kesejajaran integritas
ketiga komponen yang memotori pendidikan kita. Mengapa demikian? Tidak bisa
dipungkiri bahwa kenyataan melek intelektual yang berkembang dikalangan bangsa
kita merupakan sebuah anugrah yang luar biasa. Jika hendak dibandingkan dengan
Indonesia dimasa silam tentulah perbandingannya sungguh tidak ada apa-apanya
dengan Indonesia dimasa sekarang. Dalam hal ini termasuk pula pendidikannya.
Generasi yang tumbuh semakin cerdas menjadi hal yang patut diacungi jempol.
Namun disisi lain, perspektif yang menyatakan bahwasanya ototoritas intelektual
dianggap telah mampu menjadi ujung pangkal keutuhan pendidikan di Indonesia
justru disinilah letak kekurangannya. Sebab, gambaran pendidikan bukan hanya
dilihat dari sisi intelektualitas saja. Namun, aspek yang lain pun menjadi
penentu. Sebut saja aspek emosional dan spiritual. Pionir-pionir pendidikan ini
harus terus saling bahu membahu dan terintegrasi secara kontinu demi
menciptakan sendi keutuhan pendidikan yang komprehensif.
Namun, kenyataan yang terjadi saat ini, keberadaan
kecerdasan emosional dan intelektual sudah bukan merupakan sesuatu yang
dipandang urgen bahkan cenderung disepelekan. Coba kita lihat bagaimana wajah
pendidikan spiritual saat ini. Hampir-hampir perhatian bangsa kita terhadap
pendidikan spiritual memudar. Bahkan institusi-institusi pendidikan formal di
level atas semisal SMA dan Peguruan Tinggi (PT), mulai kehilangan integritas
pendidikan spiritualnya. Alasan utama yang sering muncul kepermukaan saat kita mempertanyakan
soal mengapa perhatian terhadap kecerdasan spiritual dilevel atas cenderung berkurang
adalah bahwasanya hal tersebut sudah menjadi taggung jawab dari institusi pendidikan
dilevel bawah yaitu PAUD, TK dan SD. Sejak usia dinilah penanaman spiritual itu
seharusnya ditanamkan, sehingga ketika memasuki jenjang usia dewasa maka hal
ini semestinya tidak lagi menjadi perhatian utama/ paling tidak bukan lagi
menjadi domain pendidikan usia dewasa. Jika seperti ini alasannya, maka
kenyataan yang harus dihadapi adalah pendidikan spiritual itu hanya menjadi penting
diusia dini saja. Sebenarnya, penanaman pendidikan spiritual diusia dini
merupakan sebuah tindakan yang benar dalam pendidikan akhlak/moral bangsa kita.
Namun, ketika diusia dewasa pendidikan ini jutru disurutkan/diacuhkan, maka
tindakan inilah yang justru akan menjadikan efek sinergitas terhadap integritas
komponen pendidikan mengalami overlapping.
Inilah yang kemudian akan melahirkan efek yang cenderung destruktif terhadap
keutuhan pendidikan kita. Salah satunya efek dominasi yang menjadikan integritas
komponen pendidikan berat sebelah sehingga melahirkan kesenjangan pada aspek
yang lain. Contoh sederhana, lahirnya generasi yang cerdas intelektual namun
memiliki akhlak/moral prematur. Selain itu, akan banyak bermunculan generasi
“robot”. Tentulah ini semua efek dari purdarnya integritas pendidikan spiritual
bangsa kita.
Jika kita berbica hirarki
pendidikan, maka akan kita temukan aspek spiritual hanya dominan dilevel bawah
namun semakin tumpul dibagian atas. Sedangkan, aspek intelektual sebaliknya. Model
yang tumpang tindih seperti inilah yang menjadi sebab pudarnya integritas
keutuhan pendidikan kita yang seharusnya diberlakukan secara simultan. Ditengah
krisis akhlak dan moral yang menimpa bangsa kita saat ini, dengan integritas komponen
pendidikan yang tidak seimbang justru akan berdampak negatif pada ketercepaian
amanat bangsa kita dalam UUD 1945. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dalam
segala aspek kebangsaan itu sendiri. Aspek yang dibutuhkan oleh sebuah bangsa
untuk bisa menjadi bangsa yang unggul dan maju dalam peradaban diantaranya
adalah aspek intelektualitas dan aspek moralitas. Kehadiran dunia pendidikan
seharusnya mampu memberi efek yang komprehensif bagi pembangunan kecerdasan
bangsa. Desain pendidikan yang terintegrasi secara simultan dan komprehensif
antara komponen-komponen pembangunnya tanpa adanya komponen yang didominankan atau sengaja dipudarkan
maka hal ini akan menjadikan wajah pendidikan kita semakin bersinar dan
tentunya keinginan mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat UUD 1945
bukan hanya akan menjadi sekedar upaya belaka namun, dapat menjadi sebuah
kenyataan yang akan kita banggakan kelak.
No comments:
Post a Comment