Search Blog

Translate

SPONSOR

Friday, December 16, 2016

WARISAN RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM


By : Andi Agus Mumang, S.KM

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dirham dan dinar, tapi mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambil warisan tersebut, sungguh mereka telah mengambil bagian yang banyak." (HR Tirmidzi)

Hadist ini menjelaskan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki warisan namun warisan beliau bukan sebagaimana yang umumnya manusia kenal yakni berupa dirham dan dinar (kekayaan materi). Namun, warisan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah ilmu. Warisan Rasulullah ini adalah warisan yang abadi dan kekal dan pemilik dari warisan ini adalah orang-orang yang beruntung. Ilmu tidak akan pernah berkurang, meskipun ia dibagi atau diberikan dimanapun dan kapanpun itu. Bahkan ilmu akan senantiasa bertambah ketika ia dibagikan. Beda halnya dengan harta yang hanya akan berkurang makala kita membagikannya kepada orang lain. Berkata Imam Ali bi Abi Thalib bahwasanya beliau lebih mendahulukan ilmu dibandingkan dengan harta karena dua sebab yakni ilmu itu menjaga kita sementara harta kita yang menjaganya dan harta jika dibagikan berkurang sementara ilmu jika dibagikan akan senatiasa bertambah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah salah menitipkan warisan kepada ummatnya. Warisan itu adalah warisan yang akan senantiasa menjadi jalan penerang bagi ummatnya agar senantiasa berada diatas jalan petunjuk yang lurus, menjadikan yang memilikinya senantiasa bersikap zuhud dan tawadhu', tidak menjadikannya tamak dan rakus, menjadikan pemiliknya senantiasa dihiasa dengan kemuliaan akhlak dan budi pekerti yang luhur. Bahkan warisan Rasulullah ini menjadi sebab dimudahkannya jalan seseorang untuk masuk kedalam surga Allah subhanahu wa ta'ala. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :

"Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari/menuntut ilmu agama, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju Surga" (HR Muslim)

Sungguh orang-orang yang menganggap sepele warisan Rasulullah, enggan untuk mengambilnya maka sungguh ia telah menjadi orang yang sangat merugi. Bahkan barangsiapa yang tidak mengambil suatu warisan dari yang mewariskannya maka ia dengan yang mewariskan tidaklah mempunyai hubungan. Rasulullah pernah bersabda :

"Rasulullah berkata : 'Sesungguhnya aku merindukan keluarga-keluarga ku sepeninggalku'. Sahabat kemudian bertanya : 'Bukankah kami ini keluarga-keluarga mu wahai Rasulullah?' Rasulullah menjawab: 'Kalian bukanlah keluargaku melainkan sahabat-sahabatku. Sedangkan mereka yang dimaksud keluarga ku adalah orang-orang yang sepeninggal ku yang mereka tidak pernah bertemu dengan ku, tapi mereka mengamalkan apa-apa yang aku tinggalkan padanya'"

Maka jelaslah, bahwa mereka yang tidak mau mengambil warisan tersebut kemudian mengamalkannya, maka mereka bukanlah keluarga-keluarga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sungguh, jika kita bertanya tentang kemiskinan hakiki, maka jawabannya: "kemiskinan hakiki adalah kemiskinan akan ilmu". Sedangkan Kekayaan yang hakiki adalah kekayaan akan ilmu. Kekayaan yang dimuat didalam hati mereka yang berilmu hanyalah kekayaan akhirat. Demikianlah warisan Rasullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mewariskan Ilmu sebagai warisan yang kekal dan akan mengantarkan pemiliknya menuju kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan akhirat.*)

ADA APA DENGAN HATI?



By : Andi Agus Mumang, S.KM

Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah berkata : 

"Butuhnya hati terhadap ilmu sama dengan butuhnya dunia terhadap air"

Kenapa "Hati" ?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam  bersabda :

"Ketahuilah bahwasanya dalam tubuh terdapat segumpal daging, Kalau ia baik maka baiklah seluruh jasadnya, kalau ia buruk maka buruklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati"

Abu hurairah radiyallahu 'anhu berkata bahwa :

"Sungguh hati ibarat seorang Raja dan anggota badan adalah pasukannya. Kalau sang Raja baik maka baiklah seluruh pasukannya. Kalau sang Raja buruk, maka buruklah seluruh pasukannya."

Kedudukan Hati pada diri seseorang amatlah penting. Hati-lah yang menjadi penentu baik tidak-nya seseorang. Karena kedudukan hati pada diri seseorang sangatlah penting, maka sangatlah perlu untuk menjaganya. Menjaga hati adalah dengan Ilmu. Hati sangatlah butuh terhadap ilmu, bahkan kebutuhannya melebihi kebutuhan dunia terhadap air. Jika dibayangkan, apa yang terjadi jika dunia tanpa air? Bagaimana dengan kehidupan dunia? Tentunya, tak ada kehidupan yang berlangsung jika di dunia ini tidak air. Begitu juga dengan Hati. Tanpa ilmu, maka hati akan terasa hampa dan mati. Jika hati seseorang telah mati (kosong) dengan ilmu maka jasadnya pun akan merasakan kematian itu. Olehnya, itu hati yang tidak terisi dengan ilmu, maka jasad yang membawa hati seperti itu laksana mayat hidup. Mereka terlihat hidup, namun sesungguhnya mereka mati.


Hati memuat apa yang disebut sebagai keimanan dan ketaqwaan.  Keimanan adalah apa yang tertanam dalam hati seseorang. Begitu pula dengan ketaqwaan. Berkata Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah bahwasanya ketaqwaan yang hakiki adalah ketaqwaan yang berasal dari dalam hati. Hati-lah yang menjadi muatan iman dan taqwa yang hakiki. Adapun apa yang nampak pada anggota badan (jasad) seseorang adalah pengejawantahan dari apa yang berasal dari hati seseorang. 

Bahkan amalan hati adalah amalan yang lebih wajib dan pokok ketimbang amalan anggota badan. Berkata Imam Hasan Al Basri rahimahullah :

"Bukanlah keimanan itu dicapai semata-mata dengan menghiasi penampilan atau dengan berangan-angan akan tetapi iman adalah apa yang tertanam dalam hati dan dibuktikan dengan amalan"

Mutarrif bin Abdillah berkata :

"Baiknya hati adalah dengan baiknya amalan, baiknya amalan adalah dengan baiknya hati"

Demikianlah, pentingnya kita menjaga hati. Menjaganya adalah dengan senantiasa menghiasinya dengan Ilmu. Hati yang berilmu adalah hati yang hidup dan senantiasa akan menjadi penopang baiknya amalan anggota badan (jasad) seseorang. Wallahu a'lam.*)


Thursday, December 15, 2016

BERKATA TENTANG ALLAH TANPA PENGETAHUAN : SESATKAH?


By: Andi Agus Mumang, S.KM
Kaidah kesesatan adalah dengan mengatakan tentang Allah tanpa pengetahuan.

Penjelasan :

Kaidah umum kesesatan berkata tentang Allah tanpa pengetahuan (mengada-ada terhadap Allah). Berkata tentang Allah tanpa pengetahuan, maka dosanya lebih besar daripada syirik, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

Katakanlah, ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui(QS Al-A’raf: 33)

Berkata tentang Allah dengan mengada-ada (tanpa pengetahuan/tanpa hujjah) lebih berat dosanya daripada berbuat syirik kepada Allah. Maka jelas bahwa hal tersebut sangat tidak diperkenankan bagi seseorang terutama seorang muslim yang mengaku beriman kepada Allah dengan ikhlas. Beberapa diantara perkara mengada-ada terhadap Allah adalah seperti mengatakan bahwa Allah mengharamkan ini dan menghalalkan itu, atau mengatakan bahwa Allah mensyariatkan ini dan tidak mensyariatkan itu tanpa adanya hujjah yang nyata atau tanpa dilandasi oleh ilmu pengetahuan yang benar dan lurus. Perbuatan seperti ini sama halnya mendustakan Allah subhanahu wa ta’ala , sebagaimana dalam firman-Nya, Dia menjelaskan :

Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang membuat –buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran yang datang kepadanya? Bukankah di Neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang kafir? ” (QS Qz-Zukhruf: 32)

Ayat diatas jelas menunjukkan kepada kita larangan berkata tentang Allah tanpa pengetahuan (mengada-ada persoalan Allah/berdusta terhadap Allah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanyakan kepada beliau tentang suatu perkara, sedang perkara tersebut belum diwahyukan oleh Allah penjelasannya, maka beliau menangguhkan menjawab perihal perkara tersebut hingga datang wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala. Lantas, bagaimana kita sebagai orang yang bukan Nabi dan juga bukan Rasul? Seorang yang berilmu akan selalu berhati-hati dalam setiap ucapannya. Dia tidak gegabah dalam berkomentar pada setiap perkara yang ia belum sempat ketahui. Bahkan ketika ia mendapati ketidakjelasan pada suatu masalah dan belum sempat menemukan dalil yang sesuai baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah maka ia akan berkata “Saya tidak tahu”.  Sungguh, inilah kemuliaan seorang yang berilmu dan bukanlah suatu hal yang merendahkannya manakala ia berkata tidak tahu pada perkara yang memang ia tidak punya pengetahuan terhadapnya. Justru hal ini akan menambah kedudukannya di sisi Allah subhanahu wa ta’ala disebabkan ia telah menyelamatkan sautu perkara dari fitnah. 

Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang 40 masalah, lalu ia menjawab sebagainnnya dan mengatakan terhadap sebagian lainnya, “Saya tidak tahu”.  Lalu yang bertanya kepada beliau berkata,”Saya telah datang dari negeri yang amat jauh, melewati banyak penderitaan dalam perjalanku, namun engkau banyak menjawab pertanyaanku dengan perkataan : saya tidak tahu?” Lalu Imam Malik berkata kepadanya, “Naiklah kendaraanmu, pergilah ke negeri asalmu dan katakanlah kepada penduduk di negerimu bahwa saya bertanya kepada Imam Malik dan dia menjawab : Saya tidak tahu”. Demikianlah sikap seorang yang berilmu. Berkata hanya pada apa yang ia ketahui dan tidak memaksakan pada apa yang ia tidak ketahui. Inilah karekter Ahlul Ilmi yang menunjukkan ketakutannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dan inilah sebenarnya sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Apalagi ketika hal tersebut menyangkut perkara yang ghoib, misalnya perkara tentang Allah. Maka, tidak boleh seenak jidadnya kita berpendapat ini dan itu tentang-Nya yang sama sekali tidak ada penjelasannya dalam Al- Qur’an dan As-Sunnah. Persoalan yang ghoib adalah kepunyaan Allah. Maka ketika kita hendak membahas tentang perkara yang ghoib maka harus dalam bimbingan Allah subhanahu wa ta’ala melalui apa yang dijelaskan-Nya pada firman-firman-Nya dan juga hadist-hadist-Nya. Wallahu a’lam.

Referensi : Kitab Problematika Umat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang di syarah oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah.

AL-QUR’AN DAN TAJWID : PENGANTAR 5


By: Andi Agus Mumang, S.KM

AL-QUR’AN : KEUTAMAAN MEMPELAJARI DAN MENGAJARKANNYA

Sudah sangat jelas dan terang kepada kita kaum muslimin bahwasanya Al-Qur’an memiliki begitu banyak keutamaaan. Keutamaan tersebut tidak hanya didapatkan ketika membacanya namun juga ketika mempelajari bahkan sampai ketika mengajarkannya. Inilah bentuk motivasi yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada kita sebagai seorang muslim untuk selalu dekat dengan Al-Qur’an (menjadi sahabat Al-Qur’an) salah satunya adalah dengan mempelajari dan juga mengajarkannya. Berikut ini diantara keutamaan mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya :

Sebaik-baik Manusia adalah seorang pelajar dan pengajar Al-Qur’an

Dari sahabat yang mulia, Ustman bin Affan radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadistnya :

Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR Bukhari no. 5027, Abu Dawud no.1452)

Seorang Pengajar Al-Qur’an akan mendapatkan Pahala dari apa yang diajarkannya

Dalam kitab As-Silsilah ash-shahihah no. 1335, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Barangsiapa mengajarkan satu ayat dari Kitab Allah azza wa jalla, maka baginya pahala selama ayat itu dibaca

Mendapatkan kedudukan yang Agung

Al-Muzani rahimahullah pernah mendengar perkataan imam asy-syafi’i rahimahullah, bahwasanya:

Barangsiapa yang mempelajari Al-Qur’an, maka menjadi agunglah kedudukannya” (Lihat Kitab Nuzhatul Fudhala II/734).

Sebuah kisah dari seorang Tabi’in :
Ia bernama Abu Abdurrahman As-Sulami, beliau belajar Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh kepada para sahabat diantaranya Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Setelah itu, beliau menyibukkan dirinya untuk mengajarkannya kepada manusia selama 40 tahun di Mesjid Kuffah. Dialah tabi’in yang meriwayatkan hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Ustman, seraya berkata : “Hadist inilah yang membuatku bertahan duduk ditempat ini”.

Berkata pula Syaikh Salim bin Ied al-Hilali hafidzahullah ketika menjelaskan hadist ustman :

Pembaca Al-Qur’an yang tidak berguru tidak akan sanggup membacanya (dengan benar) karena didalamnya berhubungan dengan tajwid, hokum-hukum dan ilmu-ilmu lainnya. Semua itu membutuhkan bimbingan seorang guru. Karena itu, beliau (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) menganjurkan kita agar mempelajarinya dari ahlinya, dan menganjurkan orang yang telah mempelajarinya agar mengajarkannya. Tentu saja hal tersebut sangat bergantung pada orang yang mengajarinya” (Lihat kitab Bahjatun Nadzhirin: Syarh Riyadhish Shalihin II/226).

Baca sebelumnya :



Wednesday, December 14, 2016

JANGAN TERTIPU : DEMIKIANLAH DUNIA MENIPU PARA PECINTANYA !

By: Andi Agus Mumang, S.KM

Manusia hidup dikehidupan dunia yang tak selalu bisa mengerti apa yang menjadi keinginannya. Terkadang saat ia memimpikan kebaikan dan keburuntungan menyapa dirinya, justru kenyataan pahit yang menghampirinya. Dunia seolah bungkam dengan mimpi-mimpi yang dibuatnya. Itulah kehidupan dunia. Manusia tidak pernah akan puas bersanding dengan dunia. Dunia pun tak akan selalu bisa menuruti apa yang menjadi kehendakmu. Kadang ia menurutimu, namun tak jarang juga menghianatimu. Manusia selalu dibuat silau oleh dunia, hingga pandangan mata dan hatinya menjadi buta. Terhipnotis jauh kedalam dan pada akhirnya membiarkan kehidupannya menjadi bayang-bayang dunia. Hari ini dunia membuatmu tersenyum bahagia, tertawa terbahak. Namun, tunggulah esok. Dunia tak segan membuatmu tersungkur dalam kesedihan, berderai tangis dan kehilangan semangat hidupmu.

Lantas masihkah kita sebagai manusia berbangga akan dunia?
Lantas masihkah kita sebagai manusia terbuai oleh rayuan gombal dunia?
Lantas masihkah kita sebagai manusia sujud menghamba kepada dunia?

Tengoklah dunia mu, apa yang sangat kau banggakan pada kehidupan duniamu? Sebegitu percayakah dirimu padanya, terlena dan terbuai hingga engkau tak mampu lagi mengenal kepahitan akibat dunia yang menghianatimu? Mengapa manusia begitu cinta kepada dunia hingga mudah memaafkan kesalahan-kesalahan dunia. Hingga manusia tak lagi peduli pada dirinya yang telah rusak dan hancur demi mempertahankan pembelaannya pada dunia. Penghianatan dunia akan menjadi lebih besar suatu saat nanti. Olehnya, jangan engkau mengeraskan hatimu untuk mencintainya. Hingga nasihat-nasihat dari sang pemberi kalam (Kalam Ilahi) tak lagi engkau hiraukan. Keras hatimu bagai batu, bahkan lebih keras daripada batu sungguhan.

Sadarlah, wahai manusia. Dunia bukanlah keabadiaan bagi kehidupanmu. Sungguh, dunia hanya akan banyak melalaikanmu sampai pada akhirnya dunia akan menghianatimu. Janganlah engkau silau oleh cahaya dunia, karena silaunya hanya membuat hatimu beku, pandanganmu kabur, dan mimpi-mimpimu sirna. Sekali lagi, dunia hanya akan membuatmu menyesal dikemudian hari.

Kemanakah cinta yang dunia janjikan kepadamu?
Kemanakah kesetiaan yang dunia ikrarkan kepadamu?
Kemanakah kebahagiaan yang dunia iming-imingkan kepadamu?
Kemanakah keabadiaan yang dunia kekalkan padamu?

Sekali lagi, semua hanyalah ilusi fatomorgana. Dunia tak kan mampu memberi manusia semua itu. Pada kenyataannya, manusia hanya akan berangan-angan tanpa pernah melihat wujud aslinya. Ketika manusia tersadar, Dunia saat itu telah jauh meninggalkannya, pergi tanpa meninggalkan bekas. Itulah penghianatan dunia. Dan semua manusia yang ambisinya hanya pada dunia akan menemui kenyataan bahwa dunia tak pernah mencintainya, tak pernah setia padanya, tak pernah membahagiakannya dan tak akan pernah memberinya keabadian.

Lantas masihkah kita sebagai manusia berbangga akan dunia?
Lantas masihkah kita sebagai manusia terbuai oleh rayuan gombal dunia?

Lantas masihkah kita sebagai manusia sujud menghamba kepada dunia?

Dunia hanya akan mengambil semuanya dari Manusia, hingga manusia hanya akan mengais puing-puing dirinya yang tercampakkan oleh ambisinya yang tak kan pernah terwujudkan. Demikianlah dunia menghianati para pecintanya.

KONSEP EPIDEMIOLOGI : MENURUT PARA AHLI EPIDEMIOLOGI



By : Andi Agus Mumang, S.KM

Berdasarkan “An Epidemiological Model for Health Policy Analysis” oleh G.E. Alan Dever, dalam bukunya “Sosial Indicators Research 2” tahun 1976 halaman 455. Menjelaskan bahwa :

Konsep “Epidemiological Model for Health Policy Analysis” meliputi:

Biologi Manusia
  • Pematangan dan Penuaan
  • Sistem internal yang kompleks
  • Keturunan

Lingkungan
  • Lingkungan Fisik
  • Lingkungan Sosial
  • Lingkungan Psikologis

Pola Hidup
  • Partisipasi Kerja dan Risiko Pekerjaan
  • Pola Konsumsi
  • Risiko Aktivitas Luang

Sistem Organisasi Pelayanan Kesehatan
  • Preventif
  • Kuratif
  • Restoratif

Beberapa model epidemiologi yang lainnya adalah :

Konsep “Health Field Concept” oleh Lalonde (1974) :
  • Lingkungan
  • Pola Hidup
  • Biologis
  • Sistem Pelayanan Kesehatan

Konsep Achieving Health for All oleh Epp 1986 :
  • Tujuan (cita-cita)
  • Tantangan Kesehatan meliputi mengurangi ketidaksetaraan, meningkatkan pencegahan, dan meningkatkan Copin
  • Mekanisme Promosi Kesehatan meliputi perawatan diri, gotong Royong, lingkungan yang sehat
  • Strategi Implementasi meliputi pembinaan partisipasi publik, penguatan pelayanan kesehatan masyarakat  dan pengkoordinasian kebijakan publik yang sehat

Konsep “Determinants of Health Model” oleh Evvan and Stoddart (1990) :
  • Respon individu meliputi perilaku dan Biologi
  • Lingkungan sosial
  • Lingkungan fisik
  • Genetik
  • Kemakmuran
  • Kesejahteraan mencakup kesehatan dan fungsi, penyakit, dan perawatan kesehatan

Konsep “Community Oriented Health System” oleh Rohree (1999) :
  • Butuh penilaian
  • Desain sistem
  • Kinerja sistem
  • Penilaian kinerja organisasi

Konsep “Seven Patters Health Community” oleh Norris dan Pittman (2000) :
  • Lingkungan yang sehat
  • Ekonomi vital
  • Kesejahteraan pribadi meliputi pikiran, tubuh dan jiwa
  • Partisipasi dalam kehidupan masyarakat meliputi praktek dialog yang berkelanjutan, merangkul keragaman, membentuk masa depan, menumbuhkan kepemimpinan dimanapun, peka terhadap komunitas, menghubungkan orang dan sumber daya, dan ketahui sendiri.

Konsep “Healthy People ini Healthy Community” oleh Healthy People (2000) :
  • Determinats kesehatan
  • Kebijakan dan intervensi termasuk lingkungan, biologi, perilaku, lingkungan fisik sosial
  • Akses ke perawatan berkualitas
  • Status kesehatan

Konsep“Framework for Health Care System Development” oleh GRDC (2001) :
  • Kebijakan Kesehatan
  • Sistem perawatan kesehatan setempat yang stabil meliputi kemitraan regional/pedesaan, partisipasi masyarakat daerah
  • Akses ke pelayanan primer meliputi asuransi kesehatan, layanan dukungan
  • Meningkatkan Status Kesehatan mencakup pemantauan / pengawasan data epidemiologi

CONCEPT OF EPIDEMIOLOGY


By: Andi Agus Mumang, S.KM
Based on "An Epidemiological Model for Health Policy Analysis" by G.E. Alan Dever, in his book "Social Indicators Research 2" 1976 page 455. Explain that:

Concept “Epidemiological models used in the analysis of health policy” consists of:

Human Biology
  • Maturation and Aging
  • Complex internal systems
  • Genetic inheritance

Environment
  • Physical environment
  • Social environment
  • Psychological environment

Lifestyle
  • Employment Participation and Occupational Risk
  • Consumption pattern
  • Leisure activity risks

System Health Care Organizations
  • Preventive
  • Curative
  • Restorative


Some epidemiological concepts are:

Concept  “Health Field Concept” by Lalonde (1974) :
  • Environment
  • Life style
  • Biology
  • Health care delivery system

Concept “Achieving Health for All” by Epp 1986 :

Aim

Health Challanges :
  • Reduction inequalitie
  • Increasing prevention
  • Enchanging copin

Health Promotion mechanisms
  • Self Care
  • Mutual Aid
  • Healthy Environments

Implementation Strategis
  • Fostering public participations
  • Strengthening community health services
  • Coordinating healthy public policy


Concept “Determinants of Health Model” by Evvan and Stoddart (1990) :
  • Individual response include behaviour and Biology
  • Social environment
  • Physical environment
  • Genetic endowment
  • Prosperity
  • Well-being includes health and function, disease, and health care


Concept “Community Oriented Health System” by Rohree (1999) :
  • Needs assessment
  • System design
  • System performance
  • Organizational performance assessment


Concept “Seven Patters Health Community” by Norris and Pittman (2000) :
  • Healthy Environment
  • Vital Economy
  • Personal well-being includes mind, body and spirit
  • Participation in civil life includes practices ongoing dialogue, Embraces diversity, Shapes its future, Cultivates leadership ever-where, Create a sense of community, Connects people and resources, and Knows itself


Concept “Healthy People ini Healthy Community” by Healthy People (2000) :
  • Determinats of health
  • Policies and interventions includes social environment, biology, behaviour, physical environment
  • Access to quality care
  • Health status


Concept “Framework for Health Care System Development” by GRDC (2001) :
  • Health Care Policy
  • Stable local health care systems includes regional/rural partnership, community participation
  • Access to primary care includes health insurance, support services
  • Improved health status include monitoring/surveillance of epidemiological data

AL-QUR’AN DAN TAJWID : PENGANTAR 4


By: Andi Agus Mumang, S.KM
KEUTAMAAN MEMBACA AL-QUR’AN

Al-Qur’an memiliki banyak keutamaan, diantara keutamaan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

Membaca Al-Qur’an  akan memperoleh pahala yang banyak

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu :

Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka baginya satu pahala, dan satu pahala itu dilipatgandakan menjadi sepuluh pahala. Aku tidak mengatakan alim lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf ” (HR At-Tirmidzi no. 2910, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Membaca Al-Qur’an akan mendapatkan syafaat pada hari kiamat

Dari Abi Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya ia pada hari kiamat akan datang memberi syafa’at kepada pembacanya” (HR Muslim no. 804)

Membaca Al-Qur’an akan mendatangkan kebaikan bagi pembacanya

Dari istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Aisyah radhiyallahu ‘anha, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Orang yang mahir membaca Al-Qur’an , maka ia bersama –sama dengan malaikat yang mulia dan taat, sedangkan yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan mersakan kesulitan maka baginya dua pahala” (HR Muslim no. 798)

Membaca Al-Qur’an merupakan perniagaan yang tidak akan pernah merugi

Uqbah bin Amir berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan kami berada di Shuffah saat itu, lalu beliau bersabda : “Siapa diantara kalian yang suka setiap hari pergi ke lembah Buth-han atau lembah Aqiq kemudian pulang membawa dua unta gemuk tanpa berbuat dasa dan tanpa memutuskan hubbungan silaturrahim?” Kami menjawab : “Wahai Rasulullah, kami menginginkan hal tersebut”. Beliau bersabda : “Tidaklah salah satu diantara kalian pergi kemudian pergi mempelajari atau membaca dua ayat dari Kitabullah melainkan hal itu lebih baik baginya daripada mendaptkan 2 unta, 3 ayat lebih baik dari 3 unta, 4 ayat lebih baik dari 4 unta, dan sekian banyak jumlah ayat maka itu lebih baik dari sekian jumlah unta.”” (HR Muslim no.803 dan Ibnu Hibban no. 115)

Membaca Al-Qur’an merupakan  nikmat yang lebih baik daripada harta dunia

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Kalam-Nya yang mulia :

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah (Al-Qur’an) dan melaksanakan sholat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan trang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan pernah merugi, agar Allah menyempurnakan pahala-Nya kepada mereka menambah karunia-Nya. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri” (QS Fathir 29-30)


Baca sebelumnya :

Tuesday, December 13, 2016

PULAU CAMBA-CAMBA : KISAH "SANG PAGI, DI SURGA PARA NELAYAN"



By: Andi Agus Mumang, S.KM

Pagi itu, dikala malam menyerah pada cahaya yang menyingsing diufuk
Kuhadapkan wajahku lurus menatap cakrawala
Cahaya bintang mulai pudar satu persatu, nampak ia sedang mengubah wajahnya
Ku dudukkan diriku diatas sebuah jalanan kayu 
Waktu itu masih terasa sepi, hanya nyanyian ombak diikuti oleh alunan sang angin pagi

Sang fajar mulai hidup...
Ditemani surya yang menjadi tanda mulanya pag
Awan menggumpal bersusun mengerumuni langit
Berlari-lari kecil, meninggalkan jejak tipis bak kabut tembus pandang
Langit saat itu melukis wajahnya, hanya saja kuas lukisnya tak berwujud
Mahakarya Sang Agung, pemilik yang berkuasa...

Tak jauh dari pandangku, nampak pulau dengan jubahnya yang hijau
terapung kokoh diatas laut yang sejak tadi menggulung sang ombak
Terasa indah terpandang disudut kejauhan sana
Ingin kujajaki namun, nafasku tak setahan ikan dilautan

Perahu kecil berlayar mencari puing-puing rejeki
Bunyi mesinnya yang ramai, sesekali mengabur khayalku
Mataku mengikuti arah lajunya, sang nelayan tampak ingin berburu
Menaruh harapan pada pemilik sang pagi, harapan yang membuatnya bertaruh nyawa

Inilah fenomena sang pagi, yang kurekam dalam memori pikirku
Betapa keindahan nan sarat hikmah, sejak fajar menyingsing di ufuk
Tak terasa sinarnya menyapa dan menghangatkanku
Ku berdiri, meninggalkan tempatku...
Pulau Camba-Camba: Inilah kisah "Sang Pagi, di Surga Para Nelayan" 


DILEMA TAK TERBENDUNG : Aku dan Dia

By : Andi Agus Mumang, S.KM


Kini ruang itu terasa kosong,
Saat kenyataan mengharuskanku untuk mengalah
Jiwaku yang tak sengaja memantik sebuah salah
Meninggalkan puing-puing sesal, yang hanya menyisakan sesak

Aku yang saat ini sedang berduka, hingga tak jarang air mataku mendahului perasaanku

Sebuah pintah yang begitu sulit ku terima
Terucap sebagai kata, hingga saat ini masih membekas
Hatiku menjadi sakit, hingga perih membendung ikhlasku
Coba ku tahan, namun aku masih terlalu sakit

Takdir yang kurajut, tak sanggup ku selesaikan
Bukan,... Aku tak bermaksud berkeras melawan semuanya
Namun, waktu itu terlalu berharga, hingga sulit mengubur nostalgia
Penyesalan yang menyelimutiku, sering membangunkan kenangan lamaku

Aku mencoba kuat, saat berada dihadapnya...
Mungkin ku sanggup memalingkan kenangan itu mengarah jauh
Tapi, aku tak sanggup melihat dirinya diliputi kesakitan dan kepayahan
Aku... Ku ingin selalu menjadi malaikat yang menidurkan semua masalahnya
Hingga hanya ukiran senyum dan semangat tepatri di raganya
Namun, aku terlalu takut saat ini
Entah sampai kapan, saat-saat terakhir aku berpikir tuk mengakhiri saja
Berbalik kebelakang, dan mengubur semua yang kusebut "kenangan"

Aku hanya tak bisa bergeming, ...
Jauh... semakin ku jauh, ku merindukannya
Saat ini aku hanya mengkhawatirkan dirinya...
Aku takut, tak ada yang akan menjaganya saat ia sendiri
tak ada yang membelanya saat ia terjatuh
tak ada yang merengkuhnya saat tubuhnya lemah
tak ada yang membuatnya senyum saat ia sedih

Sungguh, semua ini masih terasa berat
Hingga aku hanya berdiri dan merenung
Diantara kenangan dan kenyataan, menjadi dilema tak terbendung...
Aku dan Dia...



AL-QUR'AN & TAJWID : PENGANTAR 3


By: Andi Agus Mumang, S.KM

SIFAT - SIFAT AL-QUR'AN

ALLAH subhanahu wa ta'ala menurunkan Al-Qur'an dilengkapi dengan sifat-sifatnya sebagai berikut:

Al-Qur'an dengan sifatnya yang Agung

Dalil : Firman Allah QS Al Hijr : 87

"Dan sungguh kami telah memberikan kepadamu tujuh (ayat) yang (dibaca) berulang-ulang dan al-Qur'an yang agung"

Al-Qur'an dengan sifatnya yang penuh Hikmah

Dalil : Firman Allah QS Yasin : 2

"Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah"

Al-Qur'an dengan sifatnya yang Jelas

Dalil : Firman Allah QS Yasin : 69

"Al-Qur'an yang tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang jelas"

Al-Qur'am dengan sifatnya yang Mulia

Dalil 1 : Firman Allah QS Qaf : 1

"Qaf. demi Al-Qur'an yang mulia"

Dalil 2 : Firman Allah QS Al-Waqi'ah: 77

"dan (ini) sesungguhnya al-qur'am uang sangat mulia"

CONCEPT OF SPECTRUM EPIDEMIOLOGY: SPECTRUM OF DISEASE


By: Andi Agus Mumang, S.KM
The concept of epidemiology spectrum is divided into two major groups namely:
  • Clinical focus is a phase that requires treatment measures undertaken by medical personnel (medical area)
  • Subclinical focus is a phase that requires preventive measures carried out by epidemiologists (area epidemiology).


The role of epidemiology is very dependent on people's perceptions of pain so it more inclined to identification risk factors for people's health status. This stage is called stage pre-pathogenesis and pathogenesis. Furthermore, is the stage of clinical response Identification of risk factors through the efforts of early diagnosis, this stage also focused on efforts to impede the progress of a disease, The most important thing here is the detection of high-risk factors that significantly. As it is a highly qualified competence for an epidemiologist.

Spectrum Disease Overview 

No
Spektrum Penyakit
Clinical
Subclinical
1
Awal Penyakit (Disease Inception)


Prepatogenesis (Prepathogenesis)


Patogenesis (Pathogenesis)


Progress Patologi (Pathological Progression)



2
Respon Klinis (Clinical Response)


Ringan (Mild)



  

Sedang (Moderate)




Berat (Several)




3
Gejala Sisa (Squelae)


Penyembuhan (Convalenscene)




Remisi/Kekambuhan (Remission/Recurance)




Perkembangan tak terhenti (Unremitting Progression)




4
Kematian (Death)







                                          Spectrum Disease Modification Overview

Exposure
to Etiological
agent

Pathologis changes
Symptoms
Usual time of diagnosis
Death







Subclinic manifestations

Clinical Illness
Health optimal
Healthsuboptimal

short-range sick
long-range sick
Epidemiology area

Clinical area

Popular Posts