Search Blog

Translate

SPONSOR

Sunday, November 27, 2016

CERBER : “IZINKAN AKU BERSAMA MIMPI-KU”


EPISODE 1
 By : Andi Agus Mumang, S.KM
        Mendadak langit menjadi gelap, sepertinya senja kan berlalu dan malam akan segera datang. Saat ini, tanganku masih bergeliriya diatas barisan alfhabet keyboard yang kupakai mengetik. Sesekali meremas-remas jemari tanganku. Sekedar melepas kepenatan sesaat. Sepertinya, tulang-tulang jemari tanganku sedang kehabisan tenaga-nya. Tapi, sekali lagi jiwaku masih terpaku dihadapan layar putih ber-frame hitam yang sejak saat tadi meradiasi wajahku. Yah, apa lagi kalau bukan dihadapan notebook bermerek hp. Langit mulai semakin menghitam, namun aku masih bertahan duduk dihadapannya. Tak terasa sejak matahari menyingsing diufuk, adzan magrib tanda berakhirnya sore pun berkumandang. Kuhentikan sejenak. Aku baru sadar, ternyata aku belum sempat mandi sejak pagi tadi. Wow, hanya bisa bergumam, “Sepertinya aku lupa mandi lagi!” Segera aku bergegas meninggalkan notebook tua itu dengan wajahku yang terasa mengkerut. Sepertinya, begitu banyak aurahku yang tersedot oleh layar kaca persegi itu.

     Aku alirkan air dari penampungan kemudian menyeka wajahku sekaligus mengambil air wudhu. Adzan magrib telah usai, tidak perlu menunggu 5 menit, iqamat akan segera berkumandang. Segera ku bergegas, ternyata iqamat pun akhirnya menggema dari mikrofon masjid dekat rumahku. Jurus kilat pun aku keluarkan, menembus pagar rumah dengan cepat. Tenang tapi bersegera, langkah kakiku sedikit gegas. Suasana usai sholat magrib terasa seperti biasa, keheningan dan ketenangan yang luar biasa mengalir diseluruh tubuhku, me-refresh seluruh sel-sel tubuhku, terasa seperti handpone android milikku yang baru saja terisi penuh. Masyaallah!. Langkahku mengayun keluar dari masjid kecil itu, manusia yang datang ramai sekali waktu itu (yagh, namanya juga sholat magrib). Berduyun-duyun langkah para jama’ah sholat keluar meninggalkan masjid itu. Kembali ke sarang-sarang hunian mereka. Langkahku dipertengahan, saat kondisi mulai sedikit sepi, aku melangkah keluar menuruni anak tangga masjid itu. 
            
            Pemandangan sudah gelap. Namun, langit masih sedikit jelas dengan kecerahan yang hampir mencapai nol persen. Sepertinya, malam ini sang bulan akan kembali menjadi pelita bagi sang malam. Suasana hiruk pikuk terdengar samar hanya di dalam rumah-rumah yang kulewati sepanjang perjalanan pulangku. Sepertinya, semua orang sibuk dirumah mereka masing-masing. Pandanganku menoleh keatas, sesekali kutarik dalam nafasku, menikmati kesegaran malam yang baru saja mekar. Entah dilangit saat itu yang kulihat adalah seekor dua ekor kelelawar, ataukah mungkin burung. Sepertinya, mereka pun harus segera bergegas pulang atau mungkin mereka baru saja memulai pengembaraan malam mereka. Lampu persimpangan jalan dekat rumahku pun telah menyala, cukup terang malam ini. Jarak yang hanya kurang lebih 100 meter dari rumahku ke masjid, membuatku tidak banyak menatap malam. Akupun sudah sampai dihunianku.

         Aku kembali duduk ke posisi semula. Kuhadapkan kembali mataku padanya, mengulang sejarah yang kulakukan sejak tadi pagi. Inilah awal aku memulai skenario hidupku. Mengasah kemampuan otak dan fisik ku dihadapan rekan kerjaku. Waktu menjadi tidak terasa berlalu karenanya. Sedikit membosankan, namun bagiku mulai terasa nyaman. Aku hanya ingin melepaskan apa yang aku pikirkan. Dan hanya dia yang menerima semua apa yang aku pikirkan. Sesekali aku tersenyum. Ini baru awal dari skenario hidupku. Awal aku mulai menyadari betapa berharganya setiap episode-episode dalam hidupku. Aku tidak akan membiarkannya hanya menjadi ingatan yang berlalu. Sejarahku cukup bagus untuk sekedar menjadi memori belaka. Saat ini, disinilah aku mulai menulis “Skenario Hidup-ku”.

(beberapa bulan yang lalu saat semuanya baru akan dimulai…)

            “Aku hidup untuk apa?”, tegasku.

            “Rasanya lelah tidak berbuat apa-apa!”, tegasku kembali

      Menyedihkan rasanya menjadi seseorang yang hanya larut dalam dunia dongengnya dan lupa mengisi dunia yang nyata tempat dimana ia hidup. Aku terlalu banyak bermimpi, namun lupa untuk sadar. Meski mataku terbuka aku hanya terus bermimpi. Inilah yang kurasa menyedihkan. Mana bisa hidupku diakhiri dengan hanya sekedar bermimpi omong kosong tanpa berbuat apa-apa.  Saatnya adalah membuka lembaran baru. Setidaknya, sebelum semua terlambat.

Aku bukan Tuhan , tapi Tuhan pun tak akan berbuat pada diriku yang lupa sadar!

To be continued………

No comments:

Post a Comment

Popular Posts