By: Andi Agus Mumang, S.KM
Epidemiologi
Modern baru mulai diterapkan diluar Amerika dan Eropa pada abad pertengahan
ke-18. Pada saat itu, berbagai Negara dihadapkan pada berbagai penyakit dengan
infeksi yang akut. Hingga pada abad ke-19 konsep epidemiologi berkembang ke
arah penyakit tidak menular (transisi epidemiologi). Pada abad ke-20,
penelitian epidemiologi mulai diterapkan menggunakan penelitian eksperimental,
karena lebih akurat mengungkap fakta penyebab dan faktor yang berhubungan
dengan kejadian penyakit. Lahirlah beberapa tokoh sehubungan dengan konsep tersebut
yakni Doll dan Hill (1950) dengan konsep health-related
outcomes yakni berkaitan dengan perilaku, pengetahuan dan sikap. Barulah
kemudian pada tahun 1974 oleh Hendri L. Blum, menggagas sebuah konsep derajat
kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan dan keturunan.
Perkembangan
selanjutnya terjadi, seiring dengan perjalanan waktu penerapan epidemiologi
mengalami perubahan. Hal ini sebagai dampak dari berkembangnya riwayat alamiah
penyakit. Sehingga menjadikan WHO lebih memfokuskan pada spektrum epidemiologi
yakni deteksi dini faktor risiko. Seperti gaya hidup, gizi, pekerjaan,
lingkungan, dan riwayat kesehatan keluarga. Hal ini merupakan pengembangan
epidemiologi yang dipelopori oleh John Graunt, William Farr dan John Snow.
Di abad 21 saat ini, pendekatan epidemiologi
lebih berkembang kearah manajerial. Menggunakan model pendekatan sistem. Hal
ini didasarkan karena Epidemiologi tidak hanya belajar mengenai faktor risiko
dan hubungan sebab-akibat suatu masalah kesehatan saja, namun lebih daripada
itu. Hubungan antara faktor yang satu dengan faktor yang lain merupakan
hubungan sub sistem secara universal. Hal ini akan lebih mempermudah dalam
melakukan analisis epidemiologi secara luas, menyeluruh dan mandalam.*)
No comments:
Post a Comment