Search Blog

Translate

SPONSOR

Tuesday, December 6, 2016

IMAM AT-TIRMIDZI : SEORANG ULAMA HADIST DARI NEGERI TIRMIDZ


By : Andi Agus Mumang, S.KM

Beliau bernama Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dhohak As-Sulami At-Tirmidzi rahimahullahu ta’ala. Kun’yah beliau adalah Abu Isa. Beliau berasal dari Kota bernama “Tirmidz” dibagian utara Iran. Sebenarnya, kakek beliau bukanlah asli orang Tirmidz. Namun, beliau berasal dari Kota Mirwaz. Imam At-Tirmidzi lahir pada tahun 209 H. Sejak kecil, beliau sudah senang mempelajari ilmu, bahkan beliau melakukan pengembaraan (rihlah) keberbagai negara untuk mencari dan mempelajari ilmu. Beberapa Negara yang pernah didatangi beliau adalah Hijaz, Iraq, dan Khurasan. Dalam pengembaraannya, beliau bertemu dengan guru-gurunya. Beliau belajar dan menghafal dari mereka dan bahkan menuliskan kitabnya sendiri dari hasil belajarnya tersebut. Diantara nama-nama guru beliau adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Utaibah bin Sail, dan Muhammad bin Basyar. Muhammad bin Basyar juga pernah menjadi guru Imam Bukhari. Selain guru, beliau juga memiliki murid diantaranya Makhlul bin Al Fadhl, Hammad bin Syakir, Al Haisam bin Khulaib asy-syasyi.

Imam At-Tirmidzi terkenal dengan kekuatan hafalannya, ketakwaannya, dan ketelitiannya dalam menulis hadist. Terkait kekuatan hafalan beliau, dikisahkan melalui sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalany dalam kitabnya “Tahzib at-Tahzib”, diceritakan oleh Ahmad bin Abdullah bin Abu Dawud (cucu Abu Dawud), mendengar bahwasanya abu Isa pernah mengisahkan :

Saya pernah melakukan perjalanan menuju Kota Makkah, dan saya telah menulis dua jilid hadist. Ketika diperjalanan saya bertemu dengan suatu rombongan yang didalamnya kemungkinan ada Syaikh yang pernah dijumpainya. Beliau bertanya : “Apakah ada syaikh itu?” Mereka menjawab : “yang kamu bertanya padanya, itulah syaikh-nya”. Kemudian saya menemuinya dan membawakan hadist sebanyak 2 jilid yang telah saya selesaikan. Namun, ketika saya memeriksa kitab tersebut, ternyata saya salah membawa kitab. Tapi, yang saya bawa adalah yang mirip dengan kitab hadist tersebut. Kemudian saya berkata kepada syaih: “Saya mau mendengarkan hadist darimu dan mencocokkannya pada kitab yang saya tulis (beliau tidak menyampaikan kepada syaikh bahwa ia salah membawa kitab)”. Syaikh pun mengabulkannya. Syaikh kemudian menghafalkan hadist-hadistnya dan saya (seolah-olah) mencocokkannya pada kitab yang saya bawa. Tidak sengaja, Syaikh melihat kitab-ku namun yang dijumpainya adalah sesuatu yang kosong. Maka syaikh menggertak :”Apakah kamu tidak punya malu kepada saya, kamu membawa kitab kosong”. Bukannya kamu hendak mencocokkan kitab tulisanmu dengan hafalan hadistku. Maka saya pun menjelaskan alasanku kepada Syaikh. Saya berkata : “Walaupun hadist yang Syaikh bacakan tidak ada dalam kitab yang saya bawa ini, hadist yang anda sampaikan tadi telah saya hafalkan”. Syaikh menjawab: “Kalau begitu hafalkanlah”. Maka saya pun menghafalkannya. Syaikh bertanya padaku:”Apakah kau sudah menghafalkannya?”. Saya menjawab : “Belum”. Saya meminta kepada Syaikh untuk menambahkan lagi hadist untuk aku hafalkan. Maka Syaikh membaca 40 hadist dari hadist-hadist yang langkah. Kemudian, Syaikh berkata: “Bacakanlah kembali apa yang telah aku sampaikan”. Saya pun membaca ulang hadist tersebut dari awal hingga akhir. Syaikh teperanjat kemudian berkata:”Aku belum pernah melihat orang seperti ini”.

Meskipun beberapa ulama banyak mengkritik karya-karya beliau, tapi mereka tetap mengakui kelebihan yang beliau miliki dari sisi kekuatan ilmu dan hafalan beliau.

Berkata Imam Al Hakim : “Saya mendengar Imam Bukhari meninggal dan tidak ada yang menggantikan yang mirip dengan beliau kecuali Imam At- Tirmidzi”. Pujian ini diberikan kepad Imam At-Tirmidzi oleh sebab kekuatan hafalannya yang mirip dengan Imam Bukhari.

Berkata pula Abu Ya’la : “Beliau adalah seorang penghafal hadist, beliau memiliki kitab sunan dan beliau mahir dalam persoalan Jahr wa ta’dil

Imam At-Tirmidzi menulis kitab yang terkenal dengan nama Sunan At-Tirmidzi/Al Jami At-Tirmidzi. Persoalan nama Sunan ataupun Al Jami ini bisa dipergunakan dua-duanya pada kitab beliau. Disebabkan kitab beliau memiliki keunggulan sebagai kitab yang bermuatan hadist tentang fiqh (Sunan) dan juga memiliki keunggulan dari sisi susunan bab-nya (Al Jami). 

Imam At-Tirmidzi pernah berkata tentang kitabnya :
Barangsiapa yang dirumahnya terdapat kitab ini, maka bagaikan didalam rumahnya itu terdapat Rasulullah

Ulama yang lain pun berkata tentang kitab beliau :
Sebaik-baik kitab, banyak faidahnya, dan sedikit hadist-hadist yang terulang. Keistimewaan kitab ini didalamnya disebutkan didalamnya tekait mahzab-mahzab dan cara-cara mereka beristidlal (berdalil). Selain itu, didalamnya dinilai tentang hadist-hadist dan adanya Jahr wa ta’dil (penilaian dari kedudukan para perawi-perawi hadist)

Selain itu, beliau lah yang mempopulerkan kata hasan dalam istilah penilaian derajat hadist. Walapun, sebenarnya kata hasan ini sudah ada ulama sebelumnya yang menggunakan istilah tersebut. Namun, beliaulah yang kemudian mempopulerkannya.

Selain itu beliau adalah yang menerapkan penilaian hadist dengan istilah Shohih Ghorib, Hasan Shahih, Hasan Ghorib, Hasan Shohih Ghorib.

Beberapa nama dari murid beliau yang meriwayatkan kitab beliau diantaranya Abul Abbas, Abu Said, Abu dzar, Abu Muhammad, Abu Hamid dan Abul Hasan.

Beberapa syarah dari kitab beliau diantaranya adalah Aridhatul Ahwazi karya Al Isybini, Tuhfatul Awwali, dan Kutul Muktazi ala Jami At-Tirmidzi.

Beliau meninggal pada tahun 279 H tepat diusianya yang ke 70 tahun. Beliau saat sebelum meninggal dalam keadaan buta. Terkait butanya beliau ini diperselisihkan oleh ulama (apakah sejak lahirnya atau dimasa akhir-akhir hidupnya). Namun, pendapat yang kuat adalah beliau buta diusianya yang menjelang akhir.

No comments:

Post a Comment

Popular Posts