By : Andi Agus Mumang, S.KM
Beliau bernama Muhammad bin Isa
bin Saurah bin Musa bin Ad-Dhohak As-Sulami At-Tirmidzi rahimahullahu ta’ala. Kun’yah beliau adalah Abu Isa. Beliau berasal
dari Kota bernama “Tirmidz” dibagian utara Iran. Sebenarnya, kakek beliau
bukanlah asli orang Tirmidz. Namun, beliau berasal dari Kota Mirwaz. Imam
At-Tirmidzi lahir pada tahun 209 H. Sejak kecil, beliau sudah senang
mempelajari ilmu, bahkan beliau melakukan pengembaraan (rihlah) keberbagai
negara untuk mencari dan mempelajari ilmu. Beberapa Negara yang pernah
didatangi beliau adalah Hijaz, Iraq, dan Khurasan. Dalam pengembaraannya,
beliau bertemu dengan guru-gurunya. Beliau belajar dan menghafal dari mereka
dan bahkan menuliskan kitabnya sendiri dari hasil belajarnya tersebut. Diantara
nama-nama guru beliau adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Utaibah
bin Sail, dan Muhammad bin Basyar. Muhammad bin Basyar juga pernah menjadi guru
Imam Bukhari. Selain guru, beliau juga memiliki murid diantaranya Makhlul bin
Al Fadhl, Hammad bin Syakir, Al Haisam bin Khulaib asy-syasyi.
Imam At-Tirmidzi terkenal dengan
kekuatan hafalannya, ketakwaannya, dan ketelitiannya dalam menulis hadist.
Terkait kekuatan hafalan beliau, dikisahkan melalui sebuah kisah yang
diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalany dalam kitabnya “Tahzib
at-Tahzib”, diceritakan oleh Ahmad bin Abdullah bin Abu Dawud (cucu Abu Dawud),
mendengar bahwasanya abu Isa pernah mengisahkan :
“Saya pernah melakukan perjalanan menuju Kota Makkah, dan saya telah
menulis dua jilid hadist. Ketika diperjalanan saya bertemu dengan suatu
rombongan yang didalamnya kemungkinan ada Syaikh yang pernah dijumpainya.
Beliau bertanya : “Apakah ada syaikh itu?” Mereka menjawab : “yang kamu
bertanya padanya, itulah syaikh-nya”. Kemudian saya menemuinya dan membawakan
hadist sebanyak 2 jilid yang telah saya selesaikan. Namun, ketika saya
memeriksa kitab tersebut, ternyata saya salah membawa kitab. Tapi, yang saya
bawa adalah yang mirip dengan kitab hadist tersebut. Kemudian saya berkata
kepada syaih: “Saya mau mendengarkan hadist darimu dan mencocokkannya pada
kitab yang saya tulis (beliau tidak menyampaikan kepada syaikh bahwa ia salah
membawa kitab)”. Syaikh pun mengabulkannya. Syaikh kemudian menghafalkan
hadist-hadistnya dan saya (seolah-olah) mencocokkannya pada kitab yang saya
bawa. Tidak sengaja, Syaikh melihat kitab-ku namun yang dijumpainya adalah
sesuatu yang kosong. Maka syaikh menggertak :”Apakah kamu tidak punya malu
kepada saya, kamu membawa kitab kosong”. Bukannya kamu hendak mencocokkan kitab
tulisanmu dengan hafalan hadistku. Maka saya pun menjelaskan alasanku kepada
Syaikh. Saya berkata : “Walaupun hadist yang Syaikh bacakan tidak ada dalam
kitab yang saya bawa ini, hadist yang anda sampaikan tadi telah saya hafalkan”.
Syaikh menjawab: “Kalau begitu hafalkanlah”. Maka saya pun menghafalkannya.
Syaikh bertanya padaku:”Apakah kau sudah menghafalkannya?”. Saya menjawab : “Belum”.
Saya meminta kepada Syaikh untuk menambahkan lagi hadist untuk aku hafalkan.
Maka Syaikh membaca 40 hadist dari hadist-hadist yang langkah. Kemudian, Syaikh
berkata: “Bacakanlah kembali apa yang telah aku sampaikan”. Saya pun membaca
ulang hadist tersebut dari awal hingga akhir. Syaikh teperanjat kemudian
berkata:”Aku belum pernah melihat orang seperti ini”.
Meskipun beberapa ulama banyak
mengkritik karya-karya beliau, tapi mereka tetap mengakui kelebihan yang beliau
miliki dari sisi kekuatan ilmu dan hafalan beliau.
Berkata Imam Al Hakim : “Saya mendengar Imam Bukhari meninggal dan
tidak ada yang menggantikan yang mirip dengan beliau kecuali Imam At- Tirmidzi”.
Pujian ini diberikan kepad Imam At-Tirmidzi oleh sebab kekuatan hafalannya yang
mirip dengan Imam Bukhari.
Berkata pula Abu Ya’la : “Beliau adalah seorang penghafal hadist,
beliau memiliki kitab sunan dan beliau mahir dalam persoalan Jahr wa ta’dil”
Imam At-Tirmidzi menulis kitab
yang terkenal dengan nama Sunan At-Tirmidzi/Al Jami At-Tirmidzi. Persoalan nama
Sunan ataupun Al Jami ini bisa dipergunakan dua-duanya pada kitab beliau.
Disebabkan kitab beliau memiliki keunggulan sebagai kitab yang bermuatan hadist
tentang fiqh (Sunan) dan juga memiliki keunggulan dari sisi susunan bab-nya (Al
Jami).
Imam At-Tirmidzi pernah berkata tentang kitabnya :
“Barangsiapa yang dirumahnya terdapat kitab ini, maka bagaikan didalam
rumahnya itu terdapat Rasulullah”
Ulama yang lain pun berkata
tentang kitab beliau :
“Sebaik-baik kitab, banyak faidahnya, dan sedikit hadist-hadist yang
terulang. Keistimewaan kitab ini didalamnya disebutkan didalamnya tekait
mahzab-mahzab dan cara-cara mereka beristidlal (berdalil). Selain itu,
didalamnya dinilai tentang hadist-hadist dan adanya Jahr wa ta’dil (penilaian
dari kedudukan para perawi-perawi hadist)”
Selain itu, beliau lah yang
mempopulerkan kata hasan dalam istilah penilaian derajat hadist. Walapun,
sebenarnya kata hasan ini sudah ada ulama sebelumnya yang menggunakan istilah
tersebut. Namun, beliaulah yang kemudian mempopulerkannya.
Selain itu beliau adalah yang
menerapkan penilaian hadist dengan istilah Shohih
Ghorib, Hasan Shahih, Hasan Ghorib, Hasan Shohih Ghorib.
Beberapa nama dari murid beliau
yang meriwayatkan kitab beliau diantaranya Abul Abbas, Abu Said, Abu dzar, Abu
Muhammad, Abu Hamid dan Abul Hasan.
Beberapa syarah dari kitab beliau
diantaranya adalah Aridhatul Ahwazi karya Al Isybini, Tuhfatul Awwali, dan
Kutul Muktazi ala Jami At-Tirmidzi.
Beliau meninggal pada tahun 279 H tepat
diusianya yang ke 70 tahun. Beliau saat sebelum meninggal dalam keadaan buta.
Terkait butanya beliau ini diperselisihkan oleh ulama (apakah sejak lahirnya atau
dimasa akhir-akhir hidupnya). Namun, pendapat yang kuat adalah beliau buta
diusianya yang menjelang akhir.
No comments:
Post a Comment